Wow, Wanita Ini Miliki 10 Kepribadian, Beberapa di Antaranya Buta


Kemampuan mata untuk melihat sepenuhnya ditentukan oleh otak. Tapi sebuah kasus langka membuktikan meskipun otak dan sistem penglihatan seseorang dinyatakan sehat, yang bersangkutan ternyata masih bisa buta.

Bagaimana ceritanya? Baru-baru ini tim peneliti dari Ludwig Maximilian University, Munich melaporkan sebuah kasus unik yang mereka temukan dari seorang pasien wanita.

Awalnya pasien yang hanya diketahui berinisial BT ini didiagnosis dengan ‘cortical blindness’. Namun karena tidak ditemukan kerusakan fisik pada kedua matanya, maka dokter berkesimpulan gangguan penglihatannya kemungkinan dipicu oleh kerusakan otak.

Kebetulan saat BT berumur 20 tahun, ia pernah terlibat kecelakaan. 13 Tahun kemudian, BT dirujuk ke seorang psikoterapis, dan di situ ditemukan fakta bahwa ia memiliki kepribadian ganda atau dalam istilah medis disebut sebagai ‘dissociative identity disorder’ (DID). Dari catatan sang psikoterapis, BT mempunyai 10 kepribadian yang saling berebut menguasai dirinya.

Hanya saja saat itu belum ditemukan adanya keterkaitan antara kedua kondisi tersebut. Hingga akhirnya di tahun keempat pengobatan, BT mengaku bisa melihat kata di sebuah sampul majalah. Saat itu BT sedang dikuasai oleh ‘kepribadian’ seorang remaja laki-laki.

Bahkan, seperti yang dikutip dari detik.com, dalam jurnal disebutkan, penglihatan wanita ini ‘timbul tenggelam’ dalam hitungan detik, tergantung pada kepribadian mana yang sedang menguasai dirinya. Untungnya, setelah terapi berlangsung beberapa lama, 8 dari 10 kepribadian yang dimiliki wanita berumur 37 tahun ini tak lagi mengalami kebutaan.

Dari situ peneliti yang juga psikolog, Hans Strasburger dan Bruno Waldvogel meyakini jika kebutaan yang dialami BT bukan diakibatkan kerusakan otak, melainkan gangguan psikis. Utamanya sebagai respons emosional terhadap kecelakaan yang dialaminya semasa muda.

Mereka juga memastikannya dengan menggunakan electroencephalogram (EEG) untuk mengukur respons otak BT terhadap rangsangan visual. Ternyata meskipun pasien mengalami kebutaan, otaknya tidak dapat merespons rangsangan tersebut. Akan tetapi ketika penglihatannya sedang kembali, respons otaknya tampak normal-normal saja.

“Dalam situasi-situasi yang sangat memicu emosi intens, pasien terkadang berharap menjadi buta atau tidak butuh melihat, sehingga penglihatannya seperti hilang begitu saja,” terang Strasburger kepada Braindecoder

This entry passed through the Full-Text RSS service - if this is your content and you're reading it on someone else's site, please read the FAQ at http://ift.tt/jcXqJW.

Previous
Next Post »
Thanks for your comment