Dari jajaran gunung api di Jawa, bahkan Indonesia, Gunung Slamet (3.428 m dpl) di Jawa Tengah memiliki nama yang bisa dibilang unik. Gunung ini memiliki nama yang tegas baik dalam bahasa maupun maknanya. Slamet! Yang berarti selamat. Sebuah kata yang sebenarnya “modern” untuk ukuran nama gunung.
Mari kita lihat nama gunung lain. Merapi misalnya. Dari bahasa apa kata itu? Asal katanya apa? Maknanya juga tersamar. Demikian juga nama lain. Merbabu, Sumbing, Sindoro, Lawu, Sinabung, Krakatau, Tambora, dan sebagainya. Nama-nama yang memang ada maknanya tetapi harus melalui penelaahan bahasa yang sedikit rumit. Sangat berbeda dengan Slamet. Sangat jelas artinya.
Nama Slamet memang cenderung baru. Seperti yang dikutip dari jejaktapak.com , kata ini aslinya merupakan serapan dari Arab yakni ”Islam”. Artinya nama itu ada setelah Islam masuk ke Pulau Jawa. Dan masa itu memang belum lama karena baru pada sekitar abad ke-13. Syekh Maulana Malik Magribi merupakan tokoh dari Campa yang menjadi tokoh pertama membawa Islam ke Jawa. Berawal dari Gresik kemudian dia mengembara ke sejumlah daerah di Jawa.
Kembali dahulu ke nama Gunung Slamet. Karena namanya cenderung baru, maka Slamet hampir bisa dipastikan bukan nama asli gunung tersebut. Lalu apa nama aslinya? Ada dua versi yang masuk akal.
Seorang sejarawan Belanda, J. Noorduyn berteori nama asli gunung tersebut adalah Gunung Agung. Hal itu berdasarkan pada sebuah naskah bahasa Sunda tentang petualangan Bujangga Manik. Siapa Bujangga Manik? Dia adalah seorang pengembara yang berkeliling Pulau Jawa. Perjalanannya itu dikisahkan dalam sebuah puisi ditulis pada daun nipah. Naskah Bujangga Manik seluruhnya terdiri dari 29 lembar daun nipah, yang masing-masing berisi sekitar 56 baris kalimat yang terdiri dari 8 suku kata.
Bujangga Manik ini disebut juga Prabu Jaya Pakuan. Seorang resi beragama Hindu dari Kerajaan Sunda. Dari naskahnya dapat diketahui dia sempat sampai dan tinggal di Bali. Nah di naskah ini disebut banyak daerah termasuk gunung. Salah satunya nama Gunung Agung. Menurut penelaahan Noordyun pemaparan lokasi gunung itu sama dengan Gunung Slamet sekarang ini. Jadi diduga nama awal Slamet adalah Gunung Agung.
Tetapi ada juga riwayat yang menyebut nama asli gunung itu adalah Gora. Sedang perubahan nama menjadi Slamet sama dengan yang diteorikan oleh Noodyun bahwa ada pengaruh Islam. Tetapi siapa? Karena sejak dahulu tidak sembarang orang bisa memberi nama sebuah wilayah. Setidaknya sekelas raja atau wali. Dan nama Syeh Maulana Malik Magribi disebut sebagai tokoh yang mencetuskan nama tersebut.
Dikisahkan, dalam pengembaraannya tokoh ini diserang penyakit kulit yang susah disembuhkan. Kemudian dia pergi ke Gunung Gora. Di sebuah lerengnya ini dia menemukan sumber air panas dengan tujuh pancuran. Diputuskan untuk sementara tinggal di daerah tersebut dan setiap hari dia mandi dengan air panas dari sumber di Gunung Gora hingga akhirnya sembuh. Sebenarnya masuk akal karena sumber air panas di gunung yang mengandung belerang memang bisa mengobati penyakit kulit.
Inilah asal muasal nama Slamet. Syeh Maulana memberi nama sumber air itu dengan nama Pancuran Tujuh yang sampai saat ini masih ada di daerah Baturaden. Dan Gunung Gora diubah namanya menjadi Gunung Slamet. Sementara kata Baturaden muncul ketika Syeh Maulana memberi nama seorang pengawalnya yang setia mengikuti dia termasuk tinggal di Pancuran Tujuh dengan nama Rasuladi yang berarti pengawal yang setia atau Batur Adi. Dari kata Batur Adi inilah kemudian berkembang menjadi Baturaden.
Dari sisi vulkanologi Slamet sendiri termasuk dalam gunung stratovolkano (kerucut) dengan tipe letusan stromboli. Mirip dengan Gunung Krakatao atau Galunggung yang bersifat eksplosif. Dengan karakter Tromboli letusannya akan melontarkan lava pijar dan materi lain ke udara hingga risiko terbesar tentu adalah munculnya awan panas, hujan material hingga bom vulkanik. Untungnya dalam sejarah yang ada letusan Slamet tidak membawa korban jiwa karena lontaran materialnya jatuh ke kawah sendiri.
Gunung ini meletus terakhir pada pada 1988 tepatnya pada 12-13 Juli ditandai dengan keluarnya abu dan lava dari kawah gunung api tipe A tersebut. Pada 2009 Gunung Slamet juga sempat meningkat aktivitasnya hingga statusnya sampai di Level III. Dan pada Maret 2014 ini statusnya kembali naik ke Waspada.
Wajib dibaca:
This entry passed through the Full-Text RSS service - if this is your content and you're reading it on someone else's site, please read the FAQ at http://ift.tt/jcXqJW.
ConversionConversion EmoticonEmoticon